Bagaimana Menghindari Riya’?
BAGAIMANA MENGHINDARI RIYA?
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
Pertanyaan.
Assalamualaikum, maaf ustadz. Tolong berikan saran atau
nasehat kepada saya! Karena jika saya ingin bersedekah, saya sudah ada niat
dalam hati ikhlas, tapi kemudian jika uang itu sudah saya sedekahkan, kenapa
ada sifat yang seakan tidak ikhlas dalam hati? Saya juga tidak ingin riya’ tapi
kenapa sifat itu selalu muncul? Mohon penjelasan ustadz
Jawaban.
Semoga Allâh Azza wa Jallamembimbing anda kepada apa yang
Dia cinta dan ridhoi.
Yang dimaksud dengan ikhlas adalah meniatkan semua amalan
lahir maupun batin untuk mencari pahala dari Allâh Azza wa Jalladan tidak
mengharapkan pujian manusia.[1] Pujian manusia memang membuai, dan jiwa kita
menyukainya. Itulah kenapa riya` masih sering menggoda.
Keikhlasan niat tidaklah mudah diraih, bahkan orang-orang
shalehpun kesulitan untuk mendapatkannya. Sufyân ats-Tsauri rahimahullah
berkata, ”Aku tidak pernah mengobati sesuatu yang lebih sulit daripada
mengobati niat saya; karena ia selalu berubah-ubah.”[2]
Ucapan ini keluar dari lisan seorang Sufyân ats-Tsauri
rahimahullah , yang merupakan tokoh teladan dari generasi tâbi’in. Bagaimana
dengan kita? Hendaknya kita menjadikan ucapan beliau rahimahullah ini sebagai
pecut untuk mawas diri dalam bab ini. Karenanya, wajib bagi setiap Mukmin untuk
mempelajari hal ini.
Untuk meraih keikhlasan dalam beramal, diperlukan taufik
dari Allâh Azza wa Jalladan usaha keras untuk meraihnya. Beberapa kiat berikut
insyaAllâh bisa membantu kita meraihnya:
1. Memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar diberikan
keikhlasan dalam beramal, dan dimasukkan dalam golongan mukhlishin (oang-orang
ikhlas); karena keikhlasan adalah derajat tinggi yang merupakan anugerah Allâh
Azza wa Jalla untuk orang-orang yang dipilih-Nya. Di antara doa yang diajarkan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini adalah :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَناَ
أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لاَ أَعْلَمُ
Ya Allâh, Sungguh saya berlindung kepada-Mu dari berbuat
syirik dalam keadaan tahu, dan saya memohon ampunan dari apa yang tidak saya
ketahui. [HR. al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad, dihukumi shahih oleh Syaikh
al-Albâni rahimahullah]
Riya`(beramal agar dilihat dan dipuji orang lain) adalah
syirik yang kecil dan tersembunyi, sehingga kadang tanpa sadar kita jatuh ke
dalamnya. Jika kita meminta kepada Allâh Azza wa Jalla dengan doa ini, Allâh
Subhanahu wa Ta’ala akan lindungi kita dari berbuat riya` dalam keadaan sadar,
dan akan diampuni-Nya jika tanpa sadar jatuh dalam riya`.
2. Mengatur dan menata hati untuk ikhlas sebelum beramal.
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya, “Bagaimana cara
niat dalam beramal?” Beliau menjawab, “Mengatur diri jika ingin beramal, untuk
tidak mengharap pujian manusia.”[3]
3. Berusaha menyembunyikan amal kebaikan kita dari
pandangan manusia, sebagaimana kita menyembunyikan keburukan kita. Jika yang
kita cari adalah ridha Allâh Azza wa Jalla, tidak perlu kita menunjukkannya
kepada manusia, kecuali jika ada maslahatnya dan kita bisa menjaga keikhlasan
hati.
4. Mengingat besarnya kerugian orang yang riya` dan tidak
ikhlas dalam beramal, dan mengingat bahwa amalannya tidak bermanfaat jika tidak
diiringi keikhlasan. Riya` menyebabkan amalan yang kita lakukan dengan susah
payah menjadi sia-sia, membuat kita terhinakan di depan Allâh dan menjadikan
kita sebagai penyulut api neraka yang pertama kali.
5. Mempelajari dan mencontoh teladan generasi awal umat
Islam dalam bab ini. Ada banyak teladan keikhlasan dalam sirah mereka.
6. Saling mengingatkan tentang hal ini, terutama pada
saat-saat kita atau saudara kita diuji dengan hal ini, atau saat kita melihat
tanda-tanda riya` pada saudara kita.
Jika Saudara sudah bersedekah, bergembiralah karena
dibalik itu ada pahala yang besar di sisi Allâh Azza wa Jalla. Berbahagialah!
Karena anda sudah memasukkan kebahagiaan di hati orang yang membutuhkan.
Tersenyumlah! Karena sedekah itu juga telah membuat mereka tersenyum. Jangan
malah merasa berat dan menyesali sedekah.
Jika seorang Mukmin beramal dengan ikhlas, kemudian
orang-orang memuji amalannya, bolehkah ia senang? Lalu apakah hal itu
berpengaruh buruk pada amalannya? Ya, ia boleh senang dan itu tidak
membahayakan amalannya, sebagaimana telah dijelaskan langsung oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits :
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ: قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم-: أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ
النَّاسُ عَلَيْهِ؟ قَالَ: تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ
Dari Abu Dzar ia meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang berbuat kebaikan, lalu orang-orang
memujinya. Nabi menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi
Mukmin.” [HR. Muslim]
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar