BERLAKU baik terhadap alam dan sesama adalah sebuah
keniscayaan yang harus dilakukan. Sebab dalam kebudayaan Jawa, hukum timbal
balik sangatlah nyata, bahkan tanpa harus menunggu lama. Hukum timbal balik ini
sering disebut dengan “ngunduh wohing pakarti”.
Tentu kita ingat pada pepatah Jawa “sapa sing nandur,
sing bakal ngunduh”. Atau siapa menabur, maka dialah yang menuai. Jika kita melakukan perbuatan yang tidak
baik, maka di kemudian hari kita pun akan mendapatkan sesuatu yang tidak baik,
demikian sebaliknya. Entah itu dari mana datangnya atau bagaimanapun caranya.
Dalam bahasa yang lain, balasan ini dikenal dengan istilah “karma”.
Ada lima macam karma yang harus ditanggung setiap manusia
dari apa yang ia perbuat.
Pertama karma perbuatan baik. Tentu ini karma dari
seseorang yang berbuat baik sehingga akan dihormati dan disegani oleh orang
lain.
Kedua, karma tidak melakukan perbuatan baik. Yakni orang yang hidup menyendiri, tidak menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi orang di sekitarnya.
Ketiga, karma kejahatan. Tentu ini merupakan tindakan
dari orang yang berlaku jahat pada orang lain sehingga dia dibenci dan dihina
oleh orang lain pula.
Keempat, karma keluarga atau kelompok. Karma keluarga
atau kelompok adalah karma yang dibentuk oleh kebiasaan dan adat istiadat.
Lalu kelima, karma pribadi. Karma pribadi dibagi ke dalam
karma Prarabdha, karma Sancita, dan karma Kriypmana.
1. Karma Prarabdha. Karma Prarabdha terbentuk akibat
perbuatan yang tidak dapat dicegah lagi, disebabkan oleh tindakan yang
dilakukan dalam kehidupan sekarang. Tindakan yang baik akan menyelamatkan
dirinya sendiri dan orang lain. Sedangkan tindakan buruk akan merugikannya.
2. Karma Sancita. Karma Sancita merupakan karma yang akibatnya dapat diubah sendiri. Setiap manusia menuai akibat dari perbuatannya. Akibat dari suatu perbuatan selalu dapat dikendalikan, sepanjang manusia dapat mengendalikan kemauannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar